Kita. Masa. Dan kerugian.

Dengan nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Mengasihani.


Demi masa.

Andai bisa ku mengulang waktu hilang dan terbuang
Andai bisa perbaiki segala yang terjadi

Tapi detik tak berhenti
Tapi waktu tak kembali
.
.
Harap ampunkan hambaMu ini


*******************************


“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu dalam kerugian. Kecuali orang yang beriman dan beramal soleh, dan mereka berpesa-pesan dengan kebenanran serta berpesa-pesan dengan sabar.”

It does not take an Ustazah tu be familiar with the surah. Surah pendek feveret waktu ngantuk Subuh, atau waktu kalut  Maghrib yang pendek. Surah ‘wajib’ akhir usrah sekali diganding dengan tasbih kafarah. 

Tapi setakat yang dah perna baca since khatam Quran tahun 2004, sampai ulang-ulang baca setiap kali selesai tazkirah Ostat HEP dan sekarang, masih di bibir, tak lekang-lekang mengulang., setakat mana yang kita faham? Setakat mana yang kita hayati? Setakat mana yang kita amalkan? Setakat mana surah ini mengubah hidup agar lebih dekat dengan yang menurunkan surah?

Surah yang pendek, dengan sentapan yang dalam. Allah sendiri yang menyenaraikan bagaimana itu tidak rugi. Bagaimana untuk tidak merugikan setiap peluang, nikmat dan masa kehidupan, agar kelak di hari kebangkitan tiada yang kita sesalkan.

Beriman
Beramal soleh
Berpesan-pesan dengan kebenaran
Berpesan-pesan dengan kesabaran


Iman

Iman bukan milik Mufti Menk sahaja. Iman bukan milik Edrogan sahaja. Iman bukan khusus untuk si kecil berjiwa besar pembaling batu pada Zionist Laknatullah di bumi Ghaza. Iman bukan khusus untuk Lebai Leman yang dah tiga kali buat Haji, cuma kita yang belum panggil Haji Leman. Iman bukan khusus untuk akak niqabis skirt abaya Rayyan Hayya.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gementarlah hati mereka, dan apabila di-bacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (kerananya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal, (iaitu) orang-orang yang mendirikan solat dan yang menafkahkan se-bagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya.” (Al-Anfal: 2-4).


Sayyid Qutb (Fi Zilali Quran)


Amal soleh itu pula bergantung kepada iman.

Dan ciri orang beriman itu tidak termaktub hanya pada dua potong ayat al Anfal itu sahaja. Bahkan definisi semudah Pendiidikan Islam SPM:- “Percaya dengan hati, mengaku dengan lidah, beramal dengan kaki dan tangan.”; tetap punya  perincian yang seoalah endless. Perincian tentang bagaimana sebenarnya percaya dengan hati.

Apakah cukup kita merasa yakin yang punya Allah mencipta dan mentadbir alam ini? Apa sudah ‘settle’ kah kita dalam mengimani bahawa Allah, dan hanya Allah Ilah kita, kecenderungan kita, kecintaan kita, kerinduan kita, segalanya hanya diperuntukkan menujunya? Apakah kita ber-iman (read:yakin) bahawa hanya Allah pusat segala tawakal dan pengharapan kita, bukan pada guru yang menanda kertas periksa, bukan pada ibu yang selalunya tahu apa yang kita mahukan, bahkan bukan pada usaha kita yang tak lena tidur tak kenyang makan menyiapkan tugasan yang tak berkepepenghujungan? 

Itu hanya secoet. Secoet dalam soal keimanan pada Tuhan. Perihal keutamaan al Quran bukan setakat dalam hukum babi itu haram, perihal bagaimana yng dikatakan mengejar syurga dan mennghidari neraka. Banyak lagi. Dan ini hanya soal beriman. 

Belum lagi kita melihat soal beramal soleh yang dikatakan buah kepada iman. Bagaimana kita gigih solat penuh khusyuk, merasakan ada Allah yang melihat bahkan DIa yang Maha Melihat. Keimanan Tuhan Maha Melihat itu lah yang kita pegang dalam kehidupan seharian, sehinggakan untuk pura-pura tidur tatkala azan pun tak berani. Mengelat giliran basuh pinggan pun tak berani. 

Belum lagi kita lihat bagaimana Allah dan rasulNya menerangakan soal berpesan-pesan dengan kebenaran dan kesabaran. Apa yang benar? Putih atau hitam? Apa yang kelabu itu dikira benar juga? Bagaimana yang dikatakan sabar? Kita tidak memukul apabila ditegur tetapi apa merajuk sebulan tak bertegur, tak bersuara, itu dikira sabar? Apa sabar itu apabila ada yang menyebalkan kita jeling dan ungkapkan “Ishh, sabr jelah.”

Tidak. Islam tidak sesempit itu. 

Lalu. 

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu sentiasa dalam kerugian.

Betapa banyak yang dia belum tahu. Betapa banyak yang dia salah faham. Betapa banyak yang dia tahu tapi belum amalkan. Betapa banyak ketelanjuran yang belum dia pinta Tuhan ampunkan. Betapa banyak masa dibazirkan cakap tepi dan belakang tapi tidak berdepan dalam menyatakan kebenaran. 

Dia itu manusia. Dia itu kita.

Justeru benar, manusia itu sentiasa dalam kerugian.

Soal mati itu kita tak pernah tahu tapi selalu sahaj diandaikan masa itu akan tiba lambat lagi. 

So much to do, so little time.

Sebab masa itu sahaja digunakan mengkhianati Tuhan. Kalau buat pie chart jadual seharian, tidur sahaja sudah lebih dari gabungan solat, mengaji dan makan. Belum lagi soal study sampai solat dilewatkan, tengok movie marathon tak pernah ditinggalkan walhal al Quran kita tadabbur bila rasa stress dengan kehidupan. Belum lagi kira dengan jari tangan kanan, berapa lama sebenarnya ambil masa lebih kenal dan faham apa yang disuruh Tuhan.


Dalam soal solat sahaja sudah banyak cela, orang sebelah bersin pun boleh kelaut doa ifititah entah dah habes entah tidak. 

Kita bukan solat 24 jam seharian. Jadi masih banyak cela dan cacatnya dalam hidup seharian. Cela sebab asyik buat dan ulang yang Tuhan benci.



Demi masa.

Kita sudah tak punya masa. 

Ayuh!

Hujan

Hujan

Tak pernah membenci hujan. 
Saat jatuh cinta padanya di bumi bertuah itu takkan aku lupa. 
Membasahkan, menyejukkan, menghidupkan, memberi rasa tenang dan mendamaikan. 
Hujan yang selalu aku kaitkan dengan rasa tenang dan gembira. 🌱

Seringkali aku gagal memahami diri sendiri.
Gagal menterjemah rasa sesak dan semak yang membungkam dada.
Apa aku marah? Kecewa? 
Atau sedih sebenarnya?

Runsing sekali. Menginterpretasi perasaan sendiri.
Kadang terasa sulit menjadi makhuk penuh perasaan ini!

Moga segala sakit dan perit Dia sembuhkan. 
Sebagaimana bumi yang terhidup, segar dan sembuh selepas hujan. 

Letih

Letih dengan manusia.

Menjadi Hujan | Suaracerita

Dengan nama Allah yg Maha Pemurah lg Maha Mengasihani

Lagi 2 minggu, selesai Spring Semester. Selesai tahun pertama undergrads. Tinggal nak final exam, dan sama-sama kita tunggu sama ada semester depan kita masih di sini. Eheh. Masih banyak tanggungjawab yg tak terlaksana. Masih banyak hak yg lain yg belum tertunai. Moga dipermudahkan, diberi kekuatan, diberi rezeki untuk tsabat, sebab tak sanggup berdepan denganNya tanpa bekalan, tanpa saham yg menguntungkan. *sigh*

******************************************************************



Suara : @dokterfina
Cerita : @kurniawangunadi
Backsound : Maksim - Still water

© Medan, 22 Februari 2015

MENJADI HUJAN

Orang-orang dewasa itu aneh. Mereka bilang menyukai hujan, tapi selalu berlindung di balik payung, berlindung di bawah atap. Bahkan beberapa dari mereka memaki karena hujan membuat baju mereka basah.

Mereka tidak benar-benar menyukai, hanya mulutnya saja, tindakannya tidak. Mereka hanya mencari sensasi atau sedang menjual romantisme. Nyatanya, mereka menyesali hujan yang tak kunjung reda, mendinginkan udara sekitar, dan membuat jemurannya tak kunjung kering.

Sayang cintanya hanya sebatas kata, sayang katanya hanya sebatas kalimat status di media sosialnya. Hanya menjadi foto untuk mendukung kesenduannya.

Aku rasa, kita tidak akan mengerti hujan kecuali menjadi hujan itu sendiri. Bagaimana bila sesekali kita mendengar kata orang bahwa mereka menyukai kita padahal dibelakang itu semua mereka tidak demikian.

Manusia banyak yang seperti itu. Manusia telah terlatih untuk berpura-pura di hadapan orang lain. Memanipulasi sikapnya dan menyaring kata-katanya menjadi manis. Meski tidak dalam hati dan pikiran.

Dan kita akan belajar menjadi hujan. Bahwa ia akan turun dan ia tidak peduli dengan banyak orang yang menyesali kehadirannya. Hujan akan tetap turun untuk ia yang membutuhkannya, untuk orang-orang yang merindukan kedatangannya. Untuk tanaman dan hewan yang membutuhkannya.

Tidak perlu menghabiskan pikiran dan hati kita untuk memikirkan orang-orang yang tidak menyukai kita. Lebih baik kita curahkan hati dan pikiran kita untuk orang-orang yang menghargai keberadaan kita, untuk orang-orang yang mencintai kita dan menunggu kita.

Meski jumlahnya (mungkin) tidak banyak, tapi itu akan membuat hidupmu jauh lebih bahagia. Dan kamu tidak perlu bersusah payah untuk membuat hidupmu bahagia. Karena sungguh, akan selalu ada orang yang tidak menyukaimu. Dan kamu tidak perlu memikirkan yang demikian.

Hujan akan tetap turun meski ia dibenci, karena ia datang bukan untuk mereka. Ia datang untuk orang-orang yang merindukan dan mencintainya.

Hidup kita seperti demikian. Hari ini, aku akan menjadi hujan. Biar aku jatuh dihatimu dan kamu tidak bisa menghindarinya :)




Mana Mungkin



Bagaimana mungkin bisa itsar
Jika hanyak keburukan yg memenuhi prasangka

Bagaimana mungkin bisa itsar
Jika kesesakan yg memenuhi dada

Yang kau endah hanya apa yg kau rasa.

Mana mungkin.